Ketidakseimbangan beban pada suatu sistem
distribusi tenaga listrik selalu terjadi dan penyebab ketidakseimbangan
tersebut adalah pada beban-beban satu fasa pada pelanggan jaringan
tegangan rendah. Akibat ketidakseimbangan beban tersebut muncullah arus
di netral trafo. Arus yang mengalir di netral trafo ini menyebabkan
terjadinya losses (rugi-rugi), yaitu losses akibat adanya arus netral
pada penghantar netral trafo dan losses akibat arus netral yang mengalir
ke tanah.
Ketidakseimbangan Beban
Yang dimaksud dengan keadaan seimbang adalah
suatu keadaan di mana :
suatu keadaan di mana :
-Ketiga vektor arus / tegangan sama besar.
-Ketiga vektor saling membentuk sudut 120º satu sama lain.
Sedangkan yang dimaksud dengan keadaan tidak seimbang adalah keadaan
di mana salah satu atau kedua syarat keadaan seimbang tidak terpenuhi.
Kemungkinan keadaan tidak seimbang ada 3 yaitu:
- Ketiga vektor sama besar tetapi tidak membentuk sudut 120º satu sama lain.
- Ketiga vektor tidak sama besar tetapi membentuk sudut 120º satu sama lain.
- Ketiga vektor tidak sama besar dan tidak membentuk sudut 120º satu sama lain.
Gambar (a) menunjukkan vektor diagram
arus dalam keadaan seimbang. Di sini terlihat bahwa penjumlahan ketiga
vektor arusnya (IR, IS , IT) adalah sama dengan nol sehingga tidak
muncul arus netral (I). Sedangkan pada Gambar (b) menunjukkan Nvektor
diagram arus yang tidak seimbang. Di sini terlihat bahwa penjumlahan
ketiga vektor arusnya (IR, IS, IT ) tidak sama dengan nol sehingga
muncul sebuah besaran yaitu arus netral (IN) yang besarnya bergantung
dari seberapa besar faktor ketidakseimbangannya.
Akibat Ketidakseimbangan Pembebanan Trafo Distribusi
Sebagai akibat dari pembebanan yang tidak seimbang pada trafo maka akan menimbulkan rugi-rugi (losses) energi diantaranya
1. Losses (rugi-rugi) Akibat Adanya Arus Netral
Rugi ini terjadi karena ada arus yang lumayan cukup besar mengalir penghantar netral sebagai akibat dari ketidakseimbangan beban antara tiap-tiap fasa pada sisi sekunder trafo (fasa R, fasa S, fasa T). Arus yang mengalir pada penghantar netral trafo ini menyebabkan losses (rugi-rugi). Losses pada penghantar netral trafo ini dapat dirumuskan sebagai berikut:
Rugi ini terjadi karena ada arus yang lumayan cukup besar mengalir penghantar netral sebagai akibat dari ketidakseimbangan beban antara tiap-tiap fasa pada sisi sekunder trafo (fasa R, fasa S, fasa T). Arus yang mengalir pada penghantar netral trafo ini menyebabkan losses (rugi-rugi). Losses pada penghantar netral trafo ini dapat dirumuskan sebagai berikut:
2. Losses (rugi-rugi) Akibat Adanya Arus Grounding
Ketidakseimbangan beban juga
mengakibatkan adanya arus yang mengalir pada penghantar grounding
(pentanahan), Besarnya daya yang hilang akibat arus grounding ini adalah
sebagai berikut:
Menentukan Besaran Ketidakseimbangan Beban pada tiap Fasa (Analisa Pembebanan)
Referensi : “Pengaruh Ketidakseimbangan
Beban Terhadap Arus Netral dan Losses pada Trafo Distribusi” Julius S,
Tabrani Machmudsyah, Yanuar Isnanto
Konstruksi Ammeter
Suatu alat yang digunakan untuk mengukur arus disebut ammeter karena menggunakan satuan pengukuran yaitu ampere.
Dalam konstruksi ammeter, resistor eksternal ditambahkan untuk menambah range dari jarum penggerak yang dihubungkan paralel, sedangkan kalau pada voltmeter dihubungkan seri. Hal ini karena kita ingin membagi arus yang akan diukur, bukan mengukur tegangannya, sehingga rangkaian paralel digunakan untuk membagi arus.
Misalkan pada voltmeter, kita lihat bahwa arus yang mengalir pada voltmeter terbatas, simpangan skala penuh terjadi pada saat arusnya hanya 1 mA.
Karena itulah voltmeter ini harus
dilebarkan range pengukurannya, dengan cara menera ulang skala
pengukurannya sehingga pembacaannya dapat dipakai untuk mengukur arus
yang besar. Contoh, bila kita ingin mendisain sebuah ammeter yang
memiliki range skala penuhnya sebesar 5 Ampere menggunakan meteran ini
(Voltmeter dengan skala penuh saat dialiri arus 1 mA), kita harus menera
ulang skala pembacaannya yaitu mencetak tulisan 0 A pojok sebelah kiri
kemudian 5 A di pojok sebelah kanan (bukan 0 mA hingga 1
mA). Berapapun range pengukuran yang ingin kita dapatkan, kita hanya
merangkai resistor paralel dengan ammeter, kemudian mencetak range skala
pembacaannya.
Misalkan kita ingin
melebarkan range pengukuran hingga 5 A, maka kita dapat menghitung
resistansi paralel yang dibutuhkan ( atau di rangkai shunt), sehingga
hanya arus 1 mA yang mengalir pada ammeter saat digunakan untuk mengukur arus 5 A bila diketahui resistansi internal ammeter sebesar 500 Ω.
Dari spesifikasi tersebut, kita dapat mengukur tegangan pada resistansi internal (resistansi jarum penunjuk) ammeter dengan hukum Ohm yaitu
E = IR = (1 mA) (500 Ω) = 0.5 V
Karena jarum penunjuk dirangkai paralel dengan resistor shunt, maka tegangan dari resistor shunt dan tegangan terminal ukurnya juga harus sama dengan tegangan resistansi internalnya (jarum penunjuk) yaitu sebesar 0.5 V.
Karena kita ingin mengukur arus input 5 A, maka dengan menggunakan hukum arus Kirchhoff, arus ini akan bercabang ada yang masuk ke ammeter,
dan akan ada yang melewati resistor shunt nya. Karena yang diinginkan
arus yang mengalir sebesar 1 mA pada jarum penunjuk, maka seharusnya
arus yang mengalir pada resistor shunt adalah sebesar
5 A = 1 mA + IRshunt
IRshunt = 5 A – 1 mA = 4.999 A.
Tegangan pada resistor shunt adalah 0.5 V
dan arus yang melewatinya adalah 4.999 A. Maka resistansi dari resistor
shunt yang diperlukan adalah
Rshunt = VRshunt / IRshunt = 0.5 V / 4.999 A = 100.02 mΩ
Pada kenyataannya, resistor shunt
“tambahan” ini biasanya dikemas dalam tempat berpelindung logam pada
ammeter tersebut, dan tidak terlihat. Perhatikan konstruksi ammeter dari
gambar berikut ini.
Untuk ammeter yang terintegrasi dengan AVOmeter, biasanya disediakan terminal khusus untuk pengukuran arus 5 A. Terminal inilah yang dihubungkan dengan resistansi shunt yang nilainya sangat kecil itu.
Contoh:
Misalkan kita ingin mendisain sebuah
ammeter yang digunakan untuk mengukur arus hingga 100 mA, apabila
ammeter itu menggunakan penunjuk yang memiliki arus maksimum Ifsd = 1 mA dan resistansi penunjuknya Rm = 2 kΩ. Berapa resistansi shunt yang diperlukan?
Solusi: Ketika ammeter mengukur arus yang maksimum, tegangan pada penunjuk meterannya (dan resistansi shunt nya) adalah
Vm = Ifsd Rm = (1 mA) (2 kΩ) = 2 V
Arus yang melewati resistansi shunt adalah
Ishunt = Irange – Ifsd = 100 mA – 1 mA = 99 mA
Sehingga resistansi shuntnya haruslah bernilai
Rshunt = 2 V / 99 mA = 20.2 Ω
Konstruksi ammeter ditunjukkan pada gambar 3.
Ammeter yang ditunjukkan pada gambar 4
adalah ammeter otomotif yang diproduksi Stewart-Warner. Walaupun ammeter
biasanya mempunyai rating skala beberapa miliampere, namun ammeter pada
gambar memiliki range +/- 60 A. Resistor shunt yang membuat ammeter
ini hingga mampu mengukur arus yang besar. Perhatikan
pula meteran tersebut mempunyai jarum penunjuk yang berada di
tengah-tengah menandakan nilai nol ampere. Yang sebelah kanan bernilai
positif, sebelah kirinya bernilai negatif. Bila dihubungkan ke aki
mobil yang sedang dicharge, meteran ini dapat menunjukkan kondisi bahwa
aki sedang di-charge (elektron mengalir dari sumber ke aki) atau aki dalam kondisi men-discharge (elektron mengalir dari aki ke beban mobil).
Seperti voltmeter yang memiliki
pengukuran multirange, ammeter juga memiliki beberapa range pengukuran
dengan cara menyambungkan beberapa resistor yang disusun shunt dengan
tombol selektor dan mempunyai multi pengkutub-an.
Perhatikan bahwa resistor-resistor yang
terhubung ke selektor disusun paralel dengan jarum penunjuk, sedangkan
pada voltmeter disusun seri. Selektor hanya bisa digunakan untuk memilih
salah satu resistor shunt. Masing-masing resistor mempunyai ukuran
sendiri-sendiri tergantung dari range skala pengukuran.
Nilai-nilai resistor ini bisa dihitung
seperti pada pembahasan contoh di atas. Untuk sebuah ammeter yang
memiliki range 100 mA, 1 A, 10 A, dan 100 A, resistansi shunt nya adalah seperti tampak pada gambar.
Perhatikan bahwa resistor shunt bernilai sangat rendah sekali. Yaitu
5.000005 mΩ (5.000005 mili ohm), atau sebesar 0.005000005 ohm. Untuk
mendapatkan resistansi yang rendah ini, resistor shunt pada ammeter
sering kali dibuat dengan mengubah-ubah diameter kawat logam.
Satu hal yang harus diwaspadai ketika
membuat resistor shunt pada ammeter yaitu faktor penyerapan (dissipasi)
daya. Tidak seperti pada voltmeter, resistor shunt
pada ammeter harus dilalui oleh arus yang besar. Bila resistor shunt
tersebut tidak dibuat dengan benar, maka kemungkinan akan terjadi
kelebihan panas (over heat) dan bisa rusak, atau
paling tidak resistor tersebut kehilangan kepresisiannya karena efek
kelebihan panas. Untuk contoh meteran di atas, penyerapan dayanya pada
saat skala penuh masing-masing resistor shunt adalah
PR1 = E2 / R1 = (0.5 V)2 / 5.000005 mΩ ≈ 50 W
PR2 = E2 / R2 = (0.5 V)2 / 50.00005 mΩ ≈ 5 W
PR3 = E2 / R3 = (0.5 V)2 / 500.0005 mΩ ≈ 0.5 W
PR4 = E2 / R4 = (0.5 V)2 / 5.05 Ω ≈ 49.5 mW
Sebuah resistor dengan rating daya sebesar 1/8 W hanya dapat bekerja baik untuk R4, resistor ½ watt akan cukup untuk R3 dan resistor yang 5 watt untuk R2 (biasanya resistor cenderung memiliki nilai yang rating daya yang kurang dari spek paraktisnya, sehingga lebih baik kita tidak mengoperasikannya dekat dengan rating dayanya, anda harus menaikkan rating daya R2 dan R3), resistor 50 W yang presisi
adalah jarang dan komponen yang sangat mahal. Resistor tertentu terbuat
dari logam dan kawat yang tebal mungkin bisa menjadi R1 sehingga nilai resistansi yang rendah dengan rating daya yang dibutuhkan R1 terpenuhi.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar